بســـــم الله الرحمن الرحيم

"Shalat Khusyuk dan Makna Hidup"

Barang siapa mengharap perjumpaan (liqa) dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjakan segala sesuatu yang produktif bagi dirinya (amal saleh) dan jangan mempersekutukan sesuatu dalam beribadah kepada Nya ”. Q. S. al Kahfi 110.

Salah satu indikator potensi kecerdasan ruhaniah adalah, bagaimana cara seseorang memberikan makna hidup yang dijalaninya. memberi makna hidup adalah sebuah proses pembentukan kualitas hidup. Sedangkan tujuan hidup merupakan arah, dasar pijakan, dan sekaligus hasil yang diraih.

Orang akan merasa bahagia, senang apabila dengan sengaja ia mengusahakan sesuatu dan mencapainya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Dengan sengaja ialah sesuatu yang dilakukan merupakan tanggung jawab dan panggilan hati yang mendorong semangat untuk menghadapi tantangan perjuangan, sehingga ia merasakan bahwa hasil yang diperolehnya penuh makna.

Bahkan, sebelum mencapai tujuannya sekalipun, ia telah merasakan betapa nikmatnya hidup. Sebaliknya, orang akan merasakan ketidak nyamanan, gerah, dan gersang, serta gelisah, manakala yang dilakukan atau dikerjakan merupakan sesuatu yang membebani dirinya, karena pekerjaan itu bukan datang dari panggilan hati dan tanggung jawabnya, akan tetapi suatu keterpaksaan.

Dan hasil dari suatu pekerjaan yang bukan dari panggilan hati dan tanggung jawab akan sangat sulit menuai hasil yang diinginkan, bahkan dengan hasil yang mengecewakan. Demikian juga dengan orang yang melaksanakan shalat khusuk. Khusuk dalam shalat akan tercapai pada orang yang menghayati, mengkonsentrasikan hatinya terhadap shalat, mencurahkan seluruh perhatiannya kepada shalat, dan memprioritaskan shalat dari perbuatan lainnya.

Pada saat itulah tercipta ketenangan dan kesenangan diri. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahamad dan Nasa’i dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, “ hubbaba ilaiya al thaiyibu wa annisau wa ju’ilat qurratu ‘aini fi al shalah”/ Kesukaan ku adalah pada wewangian, wanita, dan dijadikan kesenanganku dalam shalat.

Di hadis lain riwayat Ahmad dari Muhammad bin Hanifah, Nabi SAW bersabda kepada Bilal, “Qum ya Bilal fa arihna bi al shalah”/ Bangkitlah hai Bilal, dan senangilah hati dengan shalat.

Dari kesenangan melakukan sesuatu itulah kemudian lahir (terefleksi) ketentraman jiwa (nafsu al muthmainnah) dalam kehidupan, sebagaimana eterangan kedua hadis di atas, betapa Nabi SAW menyenangkan dirinya dalam shalat, karena ia sedang bermunajat kepada Allah yang Maha Pengasih, karena Nabi SAW fully submission (penuh khidmat ) yang pada gilirannya memberinya ketentraman dan ketenangan, sehingga melahirkan kesuksesan dalam da’wahnya. Itu pulalah yang kemudian beliau perintahkan agar Bilal menyenangkan hatinya ketika melakukan shalat. Hati manusia senantiasa resah, gelisah, dan gundah, karena banyaknya keinginan-keinginan duniawi yang belum atau tidak terpenuhi.

Dengan shalat khusuk, manusia diajak untuk meninggalkan bumi yang rendah terbang melangit menuju tempat yang tinggi, menghadap Allah SWT dan mengadukan segala kegelisahan hidup. Dengan menghayati bacaan ‘iyakana’budu waiyakanasta’in’, orang yang sedang shalat meyakini bahwa ia tidak beribadah, kecuali hanya kepada Allah, dan sikap berlepas dari upaya diri merasa kuat dan mampu.

Para ahli qiraat menyatakan bahwa didahulukannya maf’ul (objek) pada kata ‘iyaka’, kemudian diulangi lagi adalah dengan tujuan untuk mendapat perhatian dan pembatasan. Artinya, ibadah kepada Allah merupakan tujuan, sedangkan permohonan pertolongan merupakan sarana untuk beribadah.

Yang terpenting lebih didahulukan, dari yang sekedar penting. Dan pada ayat ini juga terjadi perubahan bentuk dari ghaibah (bentuk orang ketiga) kepada mukhatab (bentuk orang kedua atau lawan bicara) yang ditandai dengan huruf ‘kaf’ pada kata ‘iyaka’. Hal ini menunjukkan keselarasan, karena ketika seorang hamba memuji kepada Allah, maka seolah-olah ia merasa dekat dan hadir dihadapan Nya.

Ibadah merupakan maqam (kedudukan) yang sangat agung, yang dengannya seorang hamba menjadi mulia, sebab keberpihakannya kepada Alllah semata. Allah telah menyebutkan Muhammad SAW sebagai seorang hamba ketika menurunkan al Qur’an kepadanya, ketika beliau menjalankan da’wah dan ketika diperjalankan pada malam hari.

Dan Allah membimbingnya untuk senantiasa menjalankan ibadah pada saat-saat hatinya merasa sesak akibat pendustaan orang-orang yang menentangnya. “ Dan Kami sungguh mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit (sesak) disebabkan apa yang mereka (orang-(orang kafir) ucapkan . Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu diantara orang-orang yang bersujud (shalat), dan sembahlah Tuhanmua sampai datang kepadamu ajal yaqin) ”. Q.s Al Hijr. 97.

Sebagaimana Rasulullah SAW, setelah mi’raj, ia kembali turun kebumi, kemudian mendatangkan keselamatan dan menyebar kasih sayang kepada seluruh alam. Demikian juga dengan orang yang shalatnya khusuk, begitu shalatnya selesai, ia akan menabur kasih sayang nya kepada semua orang, karena ia tidak tinggal dalam mi’rajnya.

Refleksi shalat khusuk menjadikan pelakunya adalah orang yang tidak membuang-buang waktu yang diberikan Allah kepadanya. Ia menghargai setiap detik waktu yang ada pada dirinya untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya untuk dirinya dan umat. 2). Hidupnya bersih, bersih dirinya, pakaiannya, makanannya, dan tempat tinggalnya. “Wa man tazakka, fainnama yatazakka linafsih ”Barangsiapa yang membersihkan dirinya, sesungguhnya ia membersihkan diri untuk kebaikan dirinya. Q.s. al Fathir 18.

3). Jelas tujuan hidupnya. Al Qur’an telah memberikan bimbingan kepada manusia untuk mengarahkan pandangan atau visi yang jauh, yaitu semangat untuk pulang kembali. Karena kita berasal dari Allah, dan kembali kepada Nya. Kembali kepada Allah, berarti kembali ketempat asal, dan menikmati hasil usaha selama perantauan di dunia.

Semangat untuk kembali pulang sebab sangat rindu untuk berjumpa dan memandang wajah kekasihnya dengan hati yang total, pasrah, dan fokus hanya kepada Allah. Orang yang merindu adalah orang yang sedang dilanda cinta, yang seluruh relung-relung jiwanya teringat dan penuh kerinduan kepada yang dikasihinya.

Karena itu selama dalam perantauannya mereka berusaha memetik berbagai bekal yang paling indah ingin dipujikan oleh sang kekasih. Dengan memiliki visi dan memberikan makna terhadap visinya, ia harus menjadikan semangat ingin pulang dan berjumpa dengan Nya sebagai puncak kebenaran pada dirinya.

Dengan kesadaran ini orang shalat nya khusuk merasakan kehadiran Allah, sehingga setiap tarikan dan hembusan nafas, berbuat dan bersikap semua semata-mata karena Allah. Orang yang shalatnya khusuk, ia membuat blueprint cetak biru) sebagai gambaran untuk melangkah. seorang pilot atau nakhoda, sebelum menerbangkan pesawatnya, setiap pilot pasti membuat semacam perencanaan pendahuluan, membaca, membicarakan peta dihadapan navigator.

Penetapan tujuan merupakan langkah yang paling menentukan. Orang yang shalatnya khusuk, tujuan hidupnya jelas, sebagai refeleksi shalatnya yang tertuju kepada satu yaitu qiblat. "Apabila kamu hendak mendirikan shalat, baguskanlah wudukmu, kemudian mengarahlah qiblat lalu bertakbirlah ”. Hadis dari Abu Hurairah.

Seseorang tidak diterima shalatnya bila ia menghadapkan wajahnya selain ke arah qiblat. Karena qiblat adalah arah dan kompas. Sebagaimana nakhoda, tidak akan pernah mengarahkan perahu layarnya kepada arah yang bukan tujuannya, karena hal itu akan membahayakan bagi dirinya. Makna hidup hasil dari shalat khusyuk dapat diisi selama kita menyadari bahwa sesuatu belum menjadi kenyataan, kecuali diperjuangkan.

Nilai-nilai yang diyakini bisa diserahkan begitu saja kepada takdir, tetapi justru harus diusahakan dan dinyatakan, apa pun resiko harus dihadapi. Keyakinan yang mendalam terhadap Allah, mengantarkan diri kita menjadi manusia optimis, independen, dan tangguh untuk mengubah kita sendiri. Destiny is not a matter of chance, it’s a matter choice. It’s not a thing to be waited for, it’s a thing achieved. Kata William Jenning. Takdir bukanlah masalah kebetulan, tapi ia adalah masalah plihan. Takdir bukan sesuatu yang ditunggu, tetapi ia adalah sesuatu yang harus dicapai. Wallahu a’lam.

(from : FACHRURROZY PULUNGAN)

Islamic Forum pada 28 Agustus 2009 jam 13:22

No comments:

Post a Comment